JENIS PARIT DALAM BAHASA BUGIS
Bukan hanya Jakarta yang bermasalah dengan limpahan air hujan yang menggenangi ruas kota. Air itu melimpah dari parit sempit yang rata-rata hanya berdiameter 60 cm (temuan Jokowi) tak muat lagi menampung air hujan.
Jauh disisi timur utara (timur laut) Jakarta sana, tepatnya di kota Sengkang, persoalan parit juga menjadi penyebab utama. Di kota seluas 38,27 KM2 hanya terdapat satu jalur parit besar selebar 1,5 dengan kedalaman 2 hingga 5 meter. Jalur itu membelah kota Sutera ini, berpangkal di Jalan Jawa (depan eks kantor pengadilan) menyusuri sisi kiri jalan Sumatera. Berbelok di mengukuti daerah “lorong hitam”, membelah jalan Timor-Timur, Jalan RA. Kartini lalu menyisir sisi barat eks terminal Sengkang hingga menembus di muara sungai Padduppa, setelah melewati sisi belakang Masjid Galeccee (Nurul As’Adiyah Callaccu).
November 2010, saat penulis sempat mudik ke kota Sengkang, kondisi parit tersebut kian mengenaskan. Dasar parit mengalami pendangkalan sedemikian rupa, bahkan di sisi Jalan Sumatera kedalamannya tak lebih dari 1,5 meter (semoga saat ini sudah dikeruk kembali)
Selain parit tersebut, semua parit di kota Sengkang masih berukuran sempit dan dangkal.
Kecuali parit yang menyusuri jalan Bau Mahmud yang memotong hingga sisi utara eks lapangan Callacu lalu masuk membelah kampung Arab, itupun dengan ukuran lebih kecil.Sementara di sekitaran Pusat Perbelanjaan Sengkang, paritnya terbilang kecil. Wajar jika hujan deras area pasar tersebut akan mendapat limpahan air bah dari parit-parit kecil tersebut.
Jika Anda sempat berkunjung ke kota ini, cobalah tanyakan apa bahasa Bugis untuk parit. Pasti Anda akan mendapat nama yang beragam. Ada yang menyebutnya dengan Selongeng, Benrang, Salori, atau mungkin ada yang menyebut Sefé-sefé, bahkan mungkin Teppo.
Dengan kondisi tata bahasa Bugis yang berlaku saat ini, penamaan tersebut tidak ada yang salah. Meski sebenarnya dalam tata bahasa Bugis yang benar, penamaan tersebut diatas memiliki peruntukan masing-masing. Berikut penulis paparkan jenis-jenis parit dalam bahasa Bugis;
1. Selongeng
Seperti uraian diatas, parit dengan ukuran lebih besar, lebar dan dalam disebut selongeng. Selain itu parit ini memiliki ciri-ciri selalu berair (air senantiasa mengalir didalamnya) karena ia menjadi muara dari berbagi jenis parit kecil lainnya. Biasanya parit jenis ini berada disisi jalan atau justru membelah jalanan besar menuju sungai, danau atau bendungan.
2. Benrang
Parit jenis ini berukuran lebih kecil, biasanya terdapat disekitar rumah penduduk, sebagai area jatuhnya air pelimbangan, air hujan atau untuk menahan aliran air dari samping agar tidak masuk ditanah kolong rumah. Dibuat dengan kisaran lebar dan kedalaman antar 20 hingga 50 Cm. Selain disekitar rumah, juga terdapat di area perkebunan atau ladang yang ujung bertemu dengan parit besar (selongeng)
3. Salori
Jenis parit ini banyak ditemukan di area persawahan, pekarangan rumah, kebun atau ladang. Parit ini tidak bersifat permanen, dibuat sesaat saat dibutuhkan. Fungsinya hanya sekedar memberi jalan air kecil untuk genangan air pada area tertentu, sehingga air yang menggenang tadi akan berpindah dan menyebar merata di area persawahan, pekarangan rumah, kebun atau ladang tersebut. Bahkan mungkin sengaja dibuat agar genangan air tersebut segera menuju benrang.
Penulis sendiri kerap membuat parit sejenis ini dengan bantuan cangkul jika aliran yang ingin diarahkan lebih besar. Kadang pula cukup dengan meraup beberap bongkahan lumpur atau tanah basah yang membatasi area kubangan tersebut. Kadang juga pembatas kubangan tersebut dapat dibuka hanya dengan menginjakkan tumit kaki pada area yang ditentukan. Kegiatan membuat jalan air ini dalam bahasa bugis disebut massalori (mengalirkan air), saloriki (alirkan airnya)
Jauh disisi timur utara (timur laut) Jakarta sana, tepatnya di kota Sengkang, persoalan parit juga menjadi penyebab utama. Di kota seluas 38,27 KM2 hanya terdapat satu jalur parit besar selebar 1,5 dengan kedalaman 2 hingga 5 meter. Jalur itu membelah kota Sutera ini, berpangkal di Jalan Jawa (depan eks kantor pengadilan) menyusuri sisi kiri jalan Sumatera. Berbelok di mengukuti daerah “lorong hitam”, membelah jalan Timor-Timur, Jalan RA. Kartini lalu menyisir sisi barat eks terminal Sengkang hingga menembus di muara sungai Padduppa, setelah melewati sisi belakang Masjid Galeccee (Nurul As’Adiyah Callaccu).
November 2010, saat penulis sempat mudik ke kota Sengkang, kondisi parit tersebut kian mengenaskan. Dasar parit mengalami pendangkalan sedemikian rupa, bahkan di sisi Jalan Sumatera kedalamannya tak lebih dari 1,5 meter (semoga saat ini sudah dikeruk kembali)
Selain parit tersebut, semua parit di kota Sengkang masih berukuran sempit dan dangkal.
Kecuali parit yang menyusuri jalan Bau Mahmud yang memotong hingga sisi utara eks lapangan Callacu lalu masuk membelah kampung Arab, itupun dengan ukuran lebih kecil.Sementara di sekitaran Pusat Perbelanjaan Sengkang, paritnya terbilang kecil. Wajar jika hujan deras area pasar tersebut akan mendapat limpahan air bah dari parit-parit kecil tersebut.
Jika Anda sempat berkunjung ke kota ini, cobalah tanyakan apa bahasa Bugis untuk parit. Pasti Anda akan mendapat nama yang beragam. Ada yang menyebutnya dengan Selongeng, Benrang, Salori, atau mungkin ada yang menyebut Sefé-sefé, bahkan mungkin Teppo.
Dengan kondisi tata bahasa Bugis yang berlaku saat ini, penamaan tersebut tidak ada yang salah. Meski sebenarnya dalam tata bahasa Bugis yang benar, penamaan tersebut diatas memiliki peruntukan masing-masing. Berikut penulis paparkan jenis-jenis parit dalam bahasa Bugis;
1. Selongeng
Seperti uraian diatas, parit dengan ukuran lebih besar, lebar dan dalam disebut selongeng. Selain itu parit ini memiliki ciri-ciri selalu berair (air senantiasa mengalir didalamnya) karena ia menjadi muara dari berbagi jenis parit kecil lainnya. Biasanya parit jenis ini berada disisi jalan atau justru membelah jalanan besar menuju sungai, danau atau bendungan.
2. Benrang
Parit jenis ini berukuran lebih kecil, biasanya terdapat disekitar rumah penduduk, sebagai area jatuhnya air pelimbangan, air hujan atau untuk menahan aliran air dari samping agar tidak masuk ditanah kolong rumah. Dibuat dengan kisaran lebar dan kedalaman antar 20 hingga 50 Cm. Selain disekitar rumah, juga terdapat di area perkebunan atau ladang yang ujung bertemu dengan parit besar (selongeng)
3. Salori
Jenis parit ini banyak ditemukan di area persawahan, pekarangan rumah, kebun atau ladang. Parit ini tidak bersifat permanen, dibuat sesaat saat dibutuhkan. Fungsinya hanya sekedar memberi jalan air kecil untuk genangan air pada area tertentu, sehingga air yang menggenang tadi akan berpindah dan menyebar merata di area persawahan, pekarangan rumah, kebun atau ladang tersebut. Bahkan mungkin sengaja dibuat agar genangan air tersebut segera menuju benrang.
Penulis sendiri kerap membuat parit sejenis ini dengan bantuan cangkul jika aliran yang ingin diarahkan lebih besar. Kadang pula cukup dengan meraup beberap bongkahan lumpur atau tanah basah yang membatasi area kubangan tersebut. Kadang juga pembatas kubangan tersebut dapat dibuka hanya dengan menginjakkan tumit kaki pada area yang ditentukan. Kegiatan membuat jalan air ini dalam bahasa bugis disebut massalori (mengalirkan air), saloriki (alirkan airnya)
4. Sefé-Sefé
Jenis ini hanya dapat ditemui disawah, terdapat diantara dua pematang sawah. Tempat air sawah atau aliran air irigasi mengalir sebelum dibelokkan masuk ke dalam hamparan sawah itu sendiri. Ciri khas dari parit jenis ini adalah dinding parit biasanya ditumbuhi rumput atau gulma liar. Disinilah biasanya para petani sawah membersihkan kaki dan tangan mereka sebelum menyantap hidangan makan yang tersedia di dangau (rumah sawah), orang bugis menyebutnya bola dare.
5. Teppo
Sementara jenis terakhir ini juga sering ditemui didaerah persawahan. Fungsinya sebagai jalan air yang bersumber dari sungai, danau, bendungan yang sengaja dialirkan untuk kepentingan irigasi persawahan. Parit jenis ini dan bendungan sendiri oleh masyarakat bugis, dua-duanya disebut teppo. Bentuk dan ukurannya biasanya lebih besar lebar dan dalam, paritnya selalu terisi air baik itu mengalir atau menggenang. Parit ini dapat ditutup sementara waktu berdasarkan kebutuhan, dahulu untuk menutupnya dipergunakan timbunan tanah ditambah batang pohon pisang atau karung berisi pasir dan tanah. Kini untuk mengatur aliran airnya dipergunakan pintu penutup air dengan tekhnologi turbin sederhana.
6. Salo-Salo.
Sesungguhnya jenis ini bisa dikategorikan parit bisa juga tidak. Karena memang peruntukannaya yang unik. Jenis parit satu ini berupa cekungan pada tanah yang terbentuk secara alami (proses alam). Terbentuk sebagai jalur aliran air tua di lereng-lereng gunung atau perbukitan. Jika sedang terjadi puncak musim hujan, parit ini akan terus dialiri air yang jernih seolah dari mata air (wai tuwo) meski saat itu tidak turun hujan. Saat turun hujan air jernih ini akan bercampur dengan luapan air hujan yang masuk ke parit jenis ini. Sementara pada musim kemarau, aliran parit ini akan kembali kering, kalaupun berair tidak akan sebanyak pada musim hujan. Salo-salo yang dalam bahasa bugis berarti sungai kecil adalah turunan kata dari kata salo sendiri yang berarti sungai.
Semasa kecil, penulis sering menjadikan parit-parit tersebut sebagai arena bermain, tempat berbuat usil pada teman-teman sebaya (kadang pada orang yang lebih tua). Beragam permainan kami lakukan, dari sekedar mandi, belajar renang, berkecipuk air kotor dengan kaki untuk mengotori pakain teman bermain hingga segaja buang air disana kerap kami lakukan. Baik itu dengan memakai pakain lengkap, hanya dengan celana atau dengan telanjang bulat. Kini, untuk menikmati permainan serupa. Saya dan anak saya harus mendatangi tempat pemandian umum atau kolam renang umum yang bertarif mahal, itu pun dengan aturan harus berpakaian standar renang. Tentu dengan tambahan aturan lainnya seperti buang air kecil apalagi buang air besar. Mengenaskan. Bagaimana dengan Anda?
=======
Foto : puterilearningjournal.blogspot.com
Thanks to dinda Ade Adnan Saleh yang telah mengingatkan tentang jenis parit terakhir (salo-salo). Kuru Sumangeq.
Jenis ini hanya dapat ditemui disawah, terdapat diantara dua pematang sawah. Tempat air sawah atau aliran air irigasi mengalir sebelum dibelokkan masuk ke dalam hamparan sawah itu sendiri. Ciri khas dari parit jenis ini adalah dinding parit biasanya ditumbuhi rumput atau gulma liar. Disinilah biasanya para petani sawah membersihkan kaki dan tangan mereka sebelum menyantap hidangan makan yang tersedia di dangau (rumah sawah), orang bugis menyebutnya bola dare.
5. Teppo
Sementara jenis terakhir ini juga sering ditemui didaerah persawahan. Fungsinya sebagai jalan air yang bersumber dari sungai, danau, bendungan yang sengaja dialirkan untuk kepentingan irigasi persawahan. Parit jenis ini dan bendungan sendiri oleh masyarakat bugis, dua-duanya disebut teppo. Bentuk dan ukurannya biasanya lebih besar lebar dan dalam, paritnya selalu terisi air baik itu mengalir atau menggenang. Parit ini dapat ditutup sementara waktu berdasarkan kebutuhan, dahulu untuk menutupnya dipergunakan timbunan tanah ditambah batang pohon pisang atau karung berisi pasir dan tanah. Kini untuk mengatur aliran airnya dipergunakan pintu penutup air dengan tekhnologi turbin sederhana.
6. Salo-Salo.
Sesungguhnya jenis ini bisa dikategorikan parit bisa juga tidak. Karena memang peruntukannaya yang unik. Jenis parit satu ini berupa cekungan pada tanah yang terbentuk secara alami (proses alam). Terbentuk sebagai jalur aliran air tua di lereng-lereng gunung atau perbukitan. Jika sedang terjadi puncak musim hujan, parit ini akan terus dialiri air yang jernih seolah dari mata air (wai tuwo) meski saat itu tidak turun hujan. Saat turun hujan air jernih ini akan bercampur dengan luapan air hujan yang masuk ke parit jenis ini. Sementara pada musim kemarau, aliran parit ini akan kembali kering, kalaupun berair tidak akan sebanyak pada musim hujan. Salo-salo yang dalam bahasa bugis berarti sungai kecil adalah turunan kata dari kata salo sendiri yang berarti sungai.
Semasa kecil, penulis sering menjadikan parit-parit tersebut sebagai arena bermain, tempat berbuat usil pada teman-teman sebaya (kadang pada orang yang lebih tua). Beragam permainan kami lakukan, dari sekedar mandi, belajar renang, berkecipuk air kotor dengan kaki untuk mengotori pakain teman bermain hingga segaja buang air disana kerap kami lakukan. Baik itu dengan memakai pakain lengkap, hanya dengan celana atau dengan telanjang bulat. Kini, untuk menikmati permainan serupa. Saya dan anak saya harus mendatangi tempat pemandian umum atau kolam renang umum yang bertarif mahal, itu pun dengan aturan harus berpakaian standar renang. Tentu dengan tambahan aturan lainnya seperti buang air kecil apalagi buang air besar. Mengenaskan. Bagaimana dengan Anda?
=======
Foto : puterilearningjournal.blogspot.com
Thanks to dinda Ade Adnan Saleh yang telah mengingatkan tentang jenis parit terakhir (salo-salo). Kuru Sumangeq.
MARI MAMPIR DI
Post a Comment for "JENIS PARIT DALAM BAHASA BUGIS"