Uang Panai Perempuan Bugis dan Angka Perceraian
Uang Panai Perempuan Bugis dan Angka Perceraian
Tinggikan mahar aja. Uang Panai? Mari kita sudahi.
Judul Asli : Uang Panai, Fiqh Munakahat dan Kecemasan Sosial Masa Depan.
Oleh : Halim Gani Safia
Foto : Akun Instagram Niaarsmakeup
Sewaktu
masih aktif di forum MyQuran dulu, ada argumen yang disampaikan oleh
seorang membernya bahwa biaya pernikahan di Sulawesi Selatan itu wajar
ditinggikan untuk mereduksi angka perceraian.
Apakah
ini benar? Saya rasa tidak. Tahukah kamu bahwa angka perceraian di
Sulsel sangat tinggi - lebih tinggi dibandingkan jumlah pendaftar calon
jamaah haji tiap tahunnya? Dan tahukah kamu bahwa besarnya biaya
pernikahan yang harus ditanggung pria justru menjadi salah satu
faktornya. Setelah ngos-ngosan memenuhi permintaan pihak keluarga wanita
untuk membiayai pernikahannya yang mahal, dalam fase awal pernikahan
pria jadi semakin penuntut sementara wanita semakin banyak tertekan,
pelarian wanita yang tertekan kebanyakan curhat di sosmed dan lingkaran
pertemanannya, karena merasa pria tidak mampu mengertinya. Lalu pria pun
merasa tidak dihargai. Pertengkaran pun terjadi. Lingkaran setan.
Kita
sekarang berada di era dimana generasi milenial sudah matang dan siap
berkeluarga. Generasi milenial ini memiliki kecenderungan sulit untuk
menabung karena tingginya stress dalam kehidupan sehari-hari yang mereka
hadapi dan banyaknya persoalan sosial yang melanda mereka. Sementara
kepastian lapangan kerja yang permanen semakin sulit, sistem outsourcing
merajalela, juga harga properti yang semakin membumbung tinggi.
Jika
terus-terusan mempertahankan tradisi - yang mana tradisi Uang Panai itu
sebenarnya bukan tradisi orang Bugis Makassar murni, tapi diadopsi dari
kolonial Belanda ketika hendak menikahi gadis pribumi, maka kita akan
kehilangan banyak kesempatan di masa depan. Kesempatan untuk mendapatkan
pendidikan yang lebih layak misalnya. Padahal kita ingin agar generasi
muda kita tidak hanya berhenti pada level sarjana, tapi juga mencetak
doktor dan profesor. Kita ingin masyarakat kita memiliki keluarga yang
lebih sejahtera dan bahagia, karena bisa menabung.
Pernikahan
adalah salah satu bisnis terbesar di Indonesia dimana perputaran
uangnya tiap tahun luar biasa. Namun jika ditelisik lebih jauh, terlalu
banyak pemborosan yang terjadi sehingga berpotensi menguras kemampuan
ekonomi keluarga. Banyak yang ketahanan ekonomi keluarganya cenderung
memburuk pasca pernikahan. Banyak yang menyisakan hutang. Banyak yang
menganggap pernikahan jadi ajang perjudian dimana taruhannya adalah
perbandingan biaya yang dikeluarkan dengan banyaknya sumbangan yang
masuk lewat amplop.
Dalam fiqh munakahat, yang wajib
diserahkan oleh pihak pria kepada wanita adalah mahar. Mahar itu bukan
uang panai. Saya miris ketika menghadiri pernikahan yang uang panainya
bisa hampir ratusan juta, namun maharnya cuma ratusan ribu. Katanya uang
panai utk penghargaan kepada pihak mempelai perempuan, penghargaan
darimananya? Gini loh, dalam hukum islam, yang menjadi sebenar-benarnya
milik wanita setelah dinikahi adalah mahar. Mahar ini tidak boleh
diambil atau disentuh lagi oleh pria kecuali seizin wanita. Bahkan jika
terjadi perceraian, apa-apa yang sudah dimaharkan tidak bisa lagi
diambil oleh pria.
Pernikahan itu adalah persoalan
agama. Menyempurnakan agama ya salah satu jalannya ialah dengan menikah.
Namun jika persoalan adat jadi lebih berat, dan agama hanyalah jadi
pelengkap seremonial seperti ceramah nasehat pernikahan, maka ada yang
salah dengan cara kita menerapkan prinsip agama dalam kehidupan.
Di
masa depan, pertukaran informasi akan semakin kencang. Pria-pria yang
tidak memiliki kemampuan ekonomi untuk menikah di kampungnya sendiri
akan merantau dan mencari wanita yang murah biaya pernikahannya di
tempat perantauannya. Contohnya di Bandung, sudah banyak promo biaya
resepsi di gedung hotel cukup belasan juta. Berbeda dengan di kampung
yang standard terrendahnya saja 30 jutaan. Ga percaya? Silahkan survey.
Ini
akan membuat banyak wanita Bugis Makassar kesulitan mencari jodoh.
Sementara, berkembangnya teknologi membuat wanita modern semakin liberal
dan cerdas tapi tidak berminat urusan dapur. Artinya, kualitas calon
ibu rumah tangga akan mengalami penurunan. Kalau terus-terusan dibiarkan
biaya nikah dimahalkan, maka zina akan jadi semakin murah.
Mau
tidak mau, suka tidak suka, pasti akan terjadi koreksi sendiri. Ini
sudah hukum alam. Biaya pernikahan di masa depan pasti akan tereduksi.
Yang perlu kita lakukan hanyalah mengkampanyekan reduksi biaya
pernikahan agar percepatan pemerataan ekonomi secepatnya terjadi.
Segera! Ini urgent sekali. Kalau tidak, semakin banyak letting ta' yang
jadi jarang bergaul karena selalu ditanyai "Kapan nikah?"
Ndak
nikah mi kapang. Orang yg natunggui datang ke rumahnya melamar, gajinya
cukup ji buat biayai satu keluarga kecil, tapi kalau buat nabung biaya
nikahan...awweh masih lama sekali baru cukup.
Tinggikan mahar aja. Uang Panai? Mari kita sudahi.
Judul Asli : Uang Panai, Fiqh Munakahat dan Kecemasan Sosial Masa Depan.
Oleh : Halim Gani Safia
Foto : Akun Instagram Niaarsmakeup
Post a Comment for "Uang Panai Perempuan Bugis dan Angka Perceraian"