Sarung Samarinda 8 : Klasifikasi Sarung Samarinda
Pengetahuan lokal masyarakat Bugis Wajo di Samarinda Seberang dalam membuat klasifikasi sarung Samarinda
Oleh : DR. Priyanti Gunardi
Program Studi Biologi Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
(Alamat tetap: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Begitu juga halnya dengan masyarakat Bugis Wajo di Samarinda Seberang yang sesungguhnya telah mengklasifikasikan kain sarung hasil tenunannya berdasarkan jumlah benang yang menyusun setiap garis tebal dan tipis yang pada akhirnya akan membentuk motif garis membujur (vertikal) serta melintang (horizontal). Ketika mereka memberikan nama motif untuk sarung Samarinda yang mereka buat, garis tebal dan tipis belum dijadikan acuan sehingga timbul kesulitan ketika harus membedakan antara motif satu dengan lainnya. Dengan demikian pada sarung Samarinda belum ada sistem klasifikasi didalamnya.
Sarung Samarinda dibuat oleh para perempuan Bugis Wajo. Alat tenun yang digunakan adalah gedogan dan ATBM. Motif sarung Samarinda sudah mengalami percampuran antara motif Bugis dengan Kutai. Motif sarung yang masih diproduksi lebih kurang 14 macam sedangkan satu motif sarung sudah tidak diproduksi lagi yaitu lebba suasa. Motif sarung Samarinda lebih beragam dibandingkan dengan motif sarung Bugis. Sarung Samarinda dapat digunakan oleh siapa saja tidak dibatasi oleh jenis kelamin, usia atau strata sosial. Sarung Samarinda yang terbuat dari jalinan benang-benang sutera dapat digunakan oleh kaum perempuan untuk sholat, pesta serta berbagai upacara adat sedangkan kaum lelaki tidak boleh menggunakannya untuk melaksanakan sholat. Belum adanya sistem klasifikasi pada sarung Samarinda menyebabkan sulitnya proses identifikasi terhadap berbagai macam motif sarung Samarinda karena bila dilihat secara sepintas saja seperti tidak ada perbedaan antara motif satu dengan lainnya.
Perlu dilakukan sebuah upaya untuk melahirkan kesepakatan antara para penenun, tetua adat, dan para pengusaha tekstil dalam membuat sistem klasifikasi terhadap sarung Samarinda sehingga motif-motif yang ada sekarang dapat terus dilestarikan dengan cara terus diproduksi sehingga khasanah tekstil negeri kita tidak kalah bersaing dengan tekstil negara lain.
Daftar Pustaka
Oleh : DR. Priyanti Gunardi
Program Studi Biologi Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
(Alamat tetap: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Pekerjaan klasifikasi sesungguhnya telah dilakukan sejak dimulainya peradaban manusia. Segala sesuatu baik makhluk hidup atau benda mati dapat diklasifikasikan oleh manusia. Klasifikasi dilakukan untuk memudahkan pekerjaan manusia dalam kehidupannya. Sebagai contoh ketika seseorang mendatangi sebuah took kain dan ia akan membeli kain yang terbuat dari katun, pemilik dan para pelayan di toko tersebut sudah mengelompokan beberapa jenis kain yang ia miliki berdasarkan kesamaan bahan dasarnya (sutera, katun atau serat sintetis lainnya). Ketika si pembeli menyebutkan kain yang akan dibelinya dengan cepat si pelayan mengambilkan kain yang dimaksud. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pekerjaan klasifikasi dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa harus mempelajari ilmunya di bangku perkuliahan yang memberikan materi tentang klasifikasi.
Begitu juga halnya dengan masyarakat Bugis Wajo di Samarinda Seberang yang sesungguhnya telah mengklasifikasikan kain sarung hasil tenunannya berdasarkan jumlah benang yang menyusun setiap garis tebal dan tipis yang pada akhirnya akan membentuk motif garis membujur (vertikal) serta melintang (horizontal). Ketika mereka memberikan nama motif untuk sarung Samarinda yang mereka buat, garis tebal dan tipis belum dijadikan acuan sehingga timbul kesulitan ketika harus membedakan antara motif satu dengan lainnya. Dengan demikian pada sarung Samarinda belum ada sistem klasifikasi didalamnya.
Mengingat belum adanya sistem klasifikasi dan banyaknya percampuran budaya antara suku Bugis dengan kelompok etnis lainnya pada bentuk-bentuk motif sarung Samarinda yang dihasilkan maka diperlukan suatu kesepakatan bersama antara tetua adat, anggota masyarakat, serta pengusaha kain sarung Samarinda untuk menetapkan sistem klasifikasi yang mantap dalam memberikan nama motif, siapa saja yang boleh menggunakan motif-motif tersebut, dan motif-motif mana saja yang wajib dikenakan pada penyelenggaraan upacara adat. Hal tersebut merupakan sebuah upaya untuk melestarikan motif-motif awal yang telah dibuat oleh para penenun sebelumnya yang merupakan perpaduan antara motif Bugis dengan motif Kutai.
Simpulan
Simpulan
Sarung Samarinda dibuat oleh para perempuan Bugis Wajo. Alat tenun yang digunakan adalah gedogan dan ATBM. Motif sarung Samarinda sudah mengalami percampuran antara motif Bugis dengan Kutai. Motif sarung yang masih diproduksi lebih kurang 14 macam sedangkan satu motif sarung sudah tidak diproduksi lagi yaitu lebba suasa. Motif sarung Samarinda lebih beragam dibandingkan dengan motif sarung Bugis. Sarung Samarinda dapat digunakan oleh siapa saja tidak dibatasi oleh jenis kelamin, usia atau strata sosial. Sarung Samarinda yang terbuat dari jalinan benang-benang sutera dapat digunakan oleh kaum perempuan untuk sholat, pesta serta berbagai upacara adat sedangkan kaum lelaki tidak boleh menggunakannya untuk melaksanakan sholat. Belum adanya sistem klasifikasi pada sarung Samarinda menyebabkan sulitnya proses identifikasi terhadap berbagai macam motif sarung Samarinda karena bila dilihat secara sepintas saja seperti tidak ada perbedaan antara motif satu dengan lainnya.
Perlu dilakukan sebuah upaya untuk melahirkan kesepakatan antara para penenun, tetua adat, dan para pengusaha tekstil dalam membuat sistem klasifikasi terhadap sarung Samarinda sehingga motif-motif yang ada sekarang dapat terus dilestarikan dengan cara terus diproduksi sehingga khasanah tekstil negeri kita tidak kalah bersaing dengan tekstil negara lain.
Daftar Pustaka
- Agustini, H. 2010. Gang Pertenunan, Samarinda Sebrang. http://detik.travel/. Diakses 26 Juni 2011.
- Anonim. 2008 a. Mengenal Sarung Samarinda. http://www.indotravelers.com Diakses 7 Maret 2011.
- Anonim. 2008 b. Motif Sarung Samarinda. http://umum.kompasiana.com. Diakses 7 Maret 2011.
- Anonim. 2008 c. Sarung Samarinda Ditinggalkan Anak Muda. http: //melayuonline.com. Diakses 17 Maret 2011.
- Anonim. 2009. Tinggal Kenangan (3)? http://sarungsmd.wordpress.com. Diakses 26 Juni 2011.
- Anonim. 2010. Alat Tenun. http://www.tenunindonesia.com. Diakses 26 Juni 2011
- Anonim. 2011. Tenun Bugis Pagatan, Kalimantan Selatan. http://www. Melayuonline.com. Diakses 26 Juni 2011.
- Laoddang, S. 2011. Sarung Sutera Bugis (Bagian I). http://adinwajo.blogspot.com. Diakses 1 Mei 2011. 26
- Maulana, A. 1982. Sarung Tenun Samarinda. Museum Negeri Provinsi Kalimantan Timur “Mulawarman.” Tenggarong.
- Rayans. 2009. Sarung Samarinda History. http://topborneo.blogspot.com. Diakses 26 Juni 2011.
- Tja, A. dan Said, M. 1989. Proses produksi sarung atau kain sutera sengkang dan pengaruhnya terhadap wanita penenun di kabupaten Wajo Sulawesi Selatan. Lembaga Penelitian Universitas Hasanudin. Ujung Pandang.
- Yuhardin. 2010. Profil Kota Samarinda. http://scriptintermedia.com. Diakses 1 April 2011.
- Zein, A. 2011. Acara adat tujuh bulanan ala Bugis Bone. http://kampungbugis.com. Diakses 1 Mei 2011.
Post a Comment for "Sarung Samarinda 8 : Klasifikasi Sarung Samarinda "